Apotek Jodha Farma - Apotek Murah Majalengka

Jl. Sumurtama No. 15, Jatiwangi, Majalengka
Telp/Wa 085224678989

Apotek Murah Majalengka. Kelanjutan dari posting sebelumnya. c. Lokasi
Berdasarkan keterangan dari PerMenKes RI No. 922/MenKes/PER/X/1993, tempat apotek bukan lagi ditentukan mesti mempunyai jarak paling tidak dari apotek beda dan sarana apotek bisa didirikan pada tempat yang sama dengan pekerjaan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, tetapi usahakan mesti mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis, ketenteraman dan mudah dicapai masyarakat tidak sedikit dengan kendaraan dan faktor-faktor lainnya (10).
d. Bangunan dan kelengkapannya
Berdasarkan keterangan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, luas apotek tidak ditata lagi, tetapi harus mengisi persyaratan teknis, sampai-sampai kelancaran pengamalan tugas dan faedah serta pekerjaan pemeliharaan perbekalan farmasi bisa terjamin (10). Persyaratan teknis apotek ialah bangunan apotek minimal terdiri dari:
1) Ruang tunggu pasien.
2) Ruang peracikan dan penyerahan obat.
3) Ruang administrasi.
4) Ruang penyimpanan obat.
5) Ruang lokasi pencucian alat.
6) Kamar kecil (WC).
Selain tersebut bangunan apotek mesti dilengkapi dengan:
1) Sumber air yang mengisi persyaratan kesehatan.
2) Penerangan yang lumayan sehingga dapat memastikan pelaksanaan tugas dan faedah apotek.
3) Alat pemadam kebakaran paling tidak dua buah yang masih bermanfaat dengan baik.
4) Ventilasi dan sistem sanitasi yang mengisi persyaratan hygiene lainnya.
5) Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telpon apotek (bila ada). Papan nama apotek diciptakan dengan ukuran paling tidak panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan artikel hitam diatas dasar putih dengan tinggi huruf paling tidak 5 cm dan tebal 5 cm.
e. Perlengkapan apotek
Perlengkapan yang wajib dipunyai oleh apotek merupakan:
1) Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat, seperti: timbangan, mortir, gelas piala dan sebagainya.
2) Wadah guna bahan pengemas dan bahan pembungkus, seperti: etiket, wadah pengemas dan pembungkus guna penyerahan obat.
3) Perlengkapan dan lokasi penyimpanan perbekalan farmasi laksana lemari dan rak guna penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari guna penyimpanan narkotika dan psikotropika.
4) Alat administrasi laksana blanko pemesanan obat, kartu stok obat, faktur, nota penjualan, duplikat resep, perangkat tulis dan sebagainya.
5) Pustaka, laksana Farmakope edisi teranyar dan kelompok peraturan perundang-undangan serta buku-buku penunjang beda yang bersangkutan dengan apotek.

4. Tugas dan Fungsi Apotek
Apotek Murah MajalengkaBerdasarkan PP RI No. 25 tahun 1980 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek, tugas dan faedah apotek merupakan:
a. Sebagai lokasi pengabdian profesi seorang apoteker yang telah menyampaikan sumpah jabatan.
b. Sebagai sarana farmasi lokasi dilakukannya pekerjaan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sebagai sarana distribusi perbekalan farmasi yang mesti menyebarkan obat yang dibutuhkan masyarakat secara luas dan merata.
d. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya untuk tenaga kesehatan beda dan masyarakat, termasuk pemantauan dan pelaporan tentang khasiat, keamanan, bahaya dan bobot obat (11).

5. Permohonan Perizinan Apotek
Setiap tenaga kefarmasian yang bakal menjalankan kegiatan kefarmasian mesti mempunyai surat izin cocok tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud berupa:
a. SIPA untuk Apoteker penanggung jawab di kemudahan pelayanan kefarmasian.
b. SIPA untuk apoteker pendamping di kemudahan pelayanan kefarmasian.
c. SIK untuk apoteker yang mengerjakan pekerjaan kefarmasian di kemudahan produksi atau kemudahan distribusi/penyaluran, atau
d. SIKTTK untuk Tenaga Teknis Kefarmasian yang mengerjakan pekerjaan kefarmasian pada kemudahan kefarmasian.
SIPA untuk Apoteker penanggung jawab di kemudahan pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diserahkan untuk 1 (satu) tempat kemudahan kefarmasian. Apoteker penanggung jawab di kemudahan pelayanan kefarmasian berupa puskesmas bisa menjadi apoteker pendamping di luar jam kerja. SIPA untuk Apoteker pendamping dapat diserahkan paling tidak sedikit 3 (tiga) tempat kemudahan pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diserahkan untuk paling tidak sedikit 3 (tiga) tempat kemudahan kefarmasian. SIPA, SIK, atau SITTK bisa dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat kegiatan kefarmasian dilakukan. SIPA, SIK, atau SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang STRA/STRTTK masih berlaku dan lokasi praktek/bekerja masih cocok dengan yang tertera dalam SIPA, SIK, atau SIKTTK (10).
Dalam menegakkan apotek, apoteker mesti mempunyai Surat Izin Apotek (SIA) yakni surat yang diserahkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia untuk apoteker atau apoteker yang berkolaborasi dengan empunya sarana apotek untuk menegakkan apotek di sebuah tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dicurahkan oleh Menteri Kesehatan untuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Dinkes Kabupaten/Kota). Kepala Dinkes Kabupaten/Kota wajib mengadukan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun untuk Menteri Kesehatan dan tembusan untuk Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan mesti melaporkan untuk Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 mengenai Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek merupakan:
1) Permohonan izin apotek dikemukakan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sesudah menerima permohonan bisa meminta pertolongan teknis untuk Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) untuk mengerjakan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek untuk mengerjakan kegiatan.
3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sesudah permintaan pertolongan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengadukan hasil pengecekan setempat.
4) Dalam urusan pemeriksaaan tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat menciptakan surat pengakuan siap melakukan pekerjaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan untuk Kepala Dinas Propinsi.
5) Dalam jangka masa-masa 12 (dua belas) hari kerja sesudah diterima laporan pengecekan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat menerbitkan SIA.
6) Dalam urusan hasil pengecekan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM masih belum mengisi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam masa-masa 12 (dua belas) hari kerja menerbitkan Surat Penundaan.
7) Dalam Surat Penundaan, Apoteker diberi peluang untuk melengkapi persyaratan yang belum diisi selambat-lambatnya dalam jangka masa-masa satu bulan semenjak tanggal Surat Penundaan.
8) Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak mengisi persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan atau persyaratan apotek, atau tempat apotek tidak cocok dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka masa-masa selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib menerbitkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya.
Bila Apoteker memakai sarana kepunyaan pihak lain, yaitu menyelenggarakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka mesti memenuhi peraturan sebagai berikut:
1) Pengguna sarana yang dimaksud, mesti didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan empunya sarana.
2) Pemilik sarana yang dimaksud, mesti mengisi persyaratan tidak pernah tercebur dalam pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana ditetapkan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

6. Pencabutan Izin Apotek
Setiap apotek mesti berjalan cocok dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan dapat menarik keluar surat izin apotek apabila:
a. Apoteker yang telah tidak memenuhi peraturan atau persyaratan sebagai apoteker pengelola apotek.
b. Apoteker tidak memenuhi keharusan dalam menyediakan, menyimpan dan memberikan perbekalan farmasi yang berbobot baik dan terjamin keabsahannya serta tidak memenuhi keharusan dalam membumihanguskan perbekalan farmasi yang tidak dapat dipakai lagi atau dilarang dipakai dan mengubah obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten.
c. Apoteker pengelola apotek berhalangan mengerjakan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap peraturan Peraturan Perundang-undangan tentang narkotika, obat keras, psikotropika serta peraturan peraturan perundang-undangan lainnya.
e. Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut.
f. Pemilik sarana apotek terbukti tercebur dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat.
g. Apotek tidak lagi mengisi persyaratan sebagai apotek.
Pelaksanaan pencabutan izin apotek dapat dilakukan setelah dikeluarkannya:
a. Peringatan tertulis untuk apoteker pengelola apotek sejumlah 3 kali beruntun dengan tenggang waktu setiap 2 bulan.
b. Pembekuan izin apotek guna jangka masa-masa selama-lamanya 6 bulan semenjak dikeluarkannya penetapan pembekuan pekerjaan di apotek.
Pembekuan izin apotek bisa dicairkan kembali bilamana apotek telah memperlihatkan memenuhi persyaratan cocok dengan peraturan peraturan perundang-undangan. Hal ini dilaksanakan setelah Kepala Balai POM setempat mengerjakan pemeriksaan.
Keputusan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan/Kota dikatakan langsung untuk apoteker pengelola apotek dengan tembusan untuk Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib menyelamatkan perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilaksanakan dengan tata teknik sebgai berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap semua persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan semua resep yang tersisa di apotek.
b. Narkotika, psikotropika dan resep mesti dimasukkan dalam lokasi yang tertutup dan terkunci.
Apoteker pengelola apotek mesti melaporkan untuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang mengenai penghentian pekerjaan disertai laporan inventaris yang dimaksud di atas (5).

Komentar

Postingan Populer